Kamis, 30 Mei 2013

cerpen " Harga Sebuah Pilihan "



CERPEN  : HARGA SEBUAH PILIHAN
PENULIS : ASWAN
KELAS     : V111                  29/4/2013
                Penat, mengantuk dan kesehatan terjejas tidak lagi di hiraukan oleh lelaki tua yang kerjanya Cuma seorang pemunggut sampah. Setiap hari kerjanya Cuma memunggut sampah, hidup sebatang kara  tidak mempunyai keluarga. Hidupnya sangat melarat sampai-sampai makan saja susah, tetapi semangat hidupnya terus berkobar-kobar di dadanya dan tidak pernah menyesal sama sekali. Lelaki tua itu bernama Zainal, dan selalu di sapah oleh warga setempat sebagai pak Zainal. Walaupun sangat miskin tapi pak zainal tidak pernah meminta-minta kepada warga setempat, di usia yang sangat tua pak zainal menghabiskan sisa-sisa hidup dengan memunggut sampah yang bisa di daur ulang. Hanya pekerjaan itu saja yang bisa pak zainal kerjakan, meskipun selalu sakit-sakitan tapi itu semua tidak menghalangya untuk terus bekerja. Itulah rutin harian pak zainal, hasil dari sampah yang ia punggut mampu menghidupi nya seorang diri meskipun serba kekurangan kadang cukup kadang kurang, pak zainal tidak pernah menyalahkan takdir dan nasibnya, sebaliknya pak zainal amat bersyukur dengan apa yang dia ada.
               Seawal jam empat subuh pak zainal bangun untuk bersiap-siap pergi memunggut sampah, dengan berbekal air putih pak zainal mampu berjalan sejauh kiloan meter. Apabila sampah yang sudah ia punggut telah banyak pak zainal langsung mengjualnya ke pemborong sampah. meskipun harga sampah yang di daur ulang itu tidak mahal,hanya bisa membeli nasi bungkus untuk makan siang. Selesai makan siang, pak zainal sambung bekerja dengan harapan bisa memungut sampah yang banyak. Hasilnya nanti untuk makan malam. Sekali-sekala pak zainal berehat sebentar di pinggir jalan atau di bawah pohon kayu yang rimbun, di tengah rehat pak zainal berpikir. “kenapalah di dunia ini selalu tidak adil, ada yang terlalu kaya ada juga yang terlalu miskin, kata orang siapa banyak duit di dalam dunia ini dia yang raja, lalu mana perginya keadilan mungkin keadilan itu Cuma kata-kata kosong. Perlukah aku menangis, perlukah aku meminta, atau perlukah aku menyesal. Betul kata orang,( hidup pun susah, mati pun susah ).”
                Begitulah pak zainal, setiap hari berehat selalu memikirkan nasibnya bagaikan, “sayur tak bergaram.” Pak zainal juga menyesal telah menyia-yiakan masa mudanya. Pak zainal meyesal karena tidak pernah mendengar kata ibu dan bapanya sewaktu ia masa muda. Pak zainal dikenali sebagai preman kampong yang sangat kejam, pak zainal pernah menjadi preman sewaktu usianya 15 tahun. Ia terpengaruh oleh teman-temannya sehingga tingkah lakunya tidak terkawal lagi, mengingat kembali zaman mudanya pak zainal selalu menangis, tidak lain tangisan penyesalan. Pak zainal menyesal tidak mengdengar kata-kata ibu/bapa nya yang selalu berpesan. “PENDIDIKAN ITU PENTING” pak zainal sangat menyesali dengan apa yang terjadi pada dirinya, yang pernah bercita-cita ingin menjadi sebagai seorang guru dan menjadi contoh yang baik untuk anak-anaknya kelak. Cita-citanya musnah hancur berderai apabila di sia-siakan dengan menghabiskan masa mudanya dengan melakukan kejahatan.Pak zainal selalu meminta kepada tuhan,
 “ya.. ALLAH..andai saja waktu bisa berputar aku ingin memutarnya dan kembali ke zaman mudaku, aku sangat menyesal ya ALLAH. Aku ingin belajar rajin-rajin, aku ingin menjadi orang yang sukses, aku ingin membahagiakan kedua orang tua ku, sesungguhnya aku sangat menyesali segala perbuatanku, jika dulu aku mengdengar segala omongan orang tua ku, pasti aku sekarang sudah menjadi seorang guru, tidak seperti sekarang Cuma seorang pemunggut sampah, adakah ini balasan buat diriku, ya allah ampunilah segala dosa-dosaku, sesungguhnya penyesalan itu tidak pernah datang di depan”
“jika dulu aku sekolah pasti sekarang aku bisa membaca, tulis nama sendiri saja susah, sekarang masyarakat memandang rendah kepada ku karena aku ini seorang pengemis sampah, kotor, bau, dan tidak ada nilai dimata orang-orang. Jika sekarang aku punya anak pasti aku mendidiknya dengan penuh kasih sayang, penuh dengan dedikasi hidup dan semangat hidup yang tinggi”
                Pak zainal memunggut sampah dari jam4 subuh sehingga jam 9 malam, meskipun hasil dari sampah yang pak zainal dapat Cuma bisa untuk makan, pak zainal tetap bersyukur kepada tuhan karena sesusah-susahnya dia pasti ada lagi orang yang lebih susah. Pak zainal bersyukur masih bisa makan, banyak lagi orang di luar sana lebih susah sehingga jadi pengemis jalanan. Sewaktu pak zainal ingin pulang kerumahnya ia terdengar suara, semakin lama semakin kuat. Tanpa membuang waktu pak zainal pun mencari mana datang nya suara tersebut, dan suara itu adalah suara bayi, tiba-tiba pak zainal melihat dua orang bayi yang masih hidup di bawah kolong jembatan. Alangkah kagetnya pak zainal melihat bayi tersebut, dan pak zainal langsung mendekat dan mengendong bayi tersebut, pak zainal pun berkata.
“ astaga...anak siapa ini, sungguh kejam orang tuanya membuang darah daging sendiri, apa kesalahan bayi ini. Apa kata jikalau aku merawat bayi ini, ahh! mana mungkin aku bisa rawat bayi ini, dari mana aku bisa dapat uang makan saja susah, ini mahu menjaga bayi lagi bagaimana aku bisa memberinya makan lalu siapa yang akan menjaganya kalau aku pergi memunggut sampah. Tapi sangat kesihan bayi ini kalau ditinggalkan disini, aku akan sangat berdosa sekali sekiranya bayi ini kenapa-napa, ya allah berikanlah aku pentunjuk mu.”(sambil mengendong bayi)
                Beberapa minit kemudian setelah lama berpikir, pak zainal membuat keputusan untuk mengambil bayi-bayi yang ia gendong. Pak zainal sanggup tidak makan seminggu daripada bayi ini terbiar. Hanya tuhan saja yang tahu penderitaan pak zainal yang dulunya memunggut sampah untuk mencari makanan untuk dirinya sendiri, sekarang beban pak zainal bertambah apabila menjaga dua orang bayi perempuan, umur bayi tersebut sekitar baru tujuh bulan dan pak zainal memberinya nama “CAHAYA” dan bayi yang satu nya lagi “BULAN.”
                Cahaya dan Bulan, itulah namanya, yang berarti tanpa bulan dan sinar cahaya nya bumi akan kegelapan di waktu malam. Pak zainal membawa pulang cahaya dan bulan ke rumahnya yang sangat buruk dan kotor, kalau hujan deras pasti air menembusi sehingga masuk ke dalam rumah pak zainal dan membasahi tikar dan lantai rumahnya. Dengan duit simpanan yang pak zainal ada meskipun sedikit tapi masih cukup untuk membeli susu dan keperluan lainnya, pak zainal menitipkan cahaya dan bulan ke jiran tetangga nya yang sangat baik dan perhatian namanya mbak Fatimah, karena pak zainal ingin pergi belanja.
                Cahaya dan bulan menangis kelaparan, perutnya mengembung karena masuk angin. Usai pak zainal berbelanja ia langsung pulang kerumahnya karena takut akan terjadi apa-apa kepada cahaya dan bulan, sesampainya saja ia di rumahnya pak zainal langsung membuatkan susu dan mengantikan baju cahaya dan bulan. Pak zainal sangat lelah sekali seharian berjalan mencari sampah-sampah yang bisa di daur ulang, selepas selesai menyusukan cahaya dan bulan pak zainal pun terlelap. Dalam lelapnya pak zainal sempat bermimpi, datang seorang lelaki berbaju putih sosok yang sangat dekat dengan pak zainal tidak  lain dia adalah ayah kandung  pak zainal. Datangnya ayah pak zainal seperti ingin memberi  tahu sesuatu yang sangat penting, dalam mimpinya pak zainal menangis sambil memeluk ayah.
“anak, ku...jagalah anak itu dengan kasih sayang, perhatian, didiklah dia dengan sebaik-baik yang mungkin, nanti kamu akan merasakan apa yang pernah bapak rasakan. sesungguhnya pilihan kamu mengambil bayi itu sangat tak ternilai harganya. Harga sebuah pilihan tidak bisa di tawar dengan uang, anakku...semoga Allah melindungi mu...”
“ayahhhhh..........!”
                Pak zainal terbangun dari tidurnya sambil air matanya mengalir ia mengingatkan ayahnya...lalu pak zainal melihat ke arah cahaya dan bulan yang tidur nyenyak .pak zainal berpikir kalau bayi ini tak di ambil , apa yang akan terjadi pada bayi ini, sungguh kejam ibu dan ayahnya yang tidak bertanggung jawab. Bayi ini tidak berdosa, bayi ini tidak tahu apa-apa.
                Keesokkan harinya pak zainal bangun awal tidak seperti biasanya, seawal jam tiga subuh karena harus membuatkan cahaya dan bulan susu. Sebelum pergi memungut sampah cahaya dan bulan, di titipkan dengan jiran yang baik. Dengan harapan semoga hari ini rezeky yang banyak karena pak zainal harus membeli baju buat cahaya dan bulan, jalan demi jalan pak zainal lalui tapi belum ada juga sampah yang bisa di daur ulang. Pak zainal mulai resah dan sedih pak zainal berkata dalam hati.
“ya...Allah, ujian apakah lagi yang engkau berikan kepadaku... sungguh berat ujian mu  ya ALLAH, sampai kapan aku bisa bertahan, kepada siapa aku mahu mengadu ya Allah kalau bukan kepadamu... aku tidak punya keluarga, tidak punya saudara, siapa yang mahu membantu ku ya Allah kalau bukan engkau, sekarang aku harus menghidupi dua orang anak yang masih bayi”(air mata pak zainal mengalir)
                Pagi hingga malam pak zainal mencari sampah tetapi tidak seperti biasanya, sampah yang pak zainal pungut hanya ¼ yang biasanya, makan siang saja belum apalagi makan malam. Duit yang pak zainal dapat ia belikan sebungkus nasi dan sisanya ia simpan untuk membeli susu, sesampai saja di rumahnya ia langsung kerumah mbak Fatimah untuk mengambil cahaya dan bulan.
“assalamualaikum......”(suara pak zainal agak rendah)
“walaikumsalam.......”(jawab mbak Fatimah)
“maaf...!mbak, menganggu saya mahu mengambil cahaya dan bulan”(Tanya pak zainal)
“ohh...! kamu zainal cahaya dan bulan udah tidur, apa kata besok saja kamu datang melihat mereka, soalnya cahaya lagi demam biar mbak aja yang rawat”(jawab mbak Fatimah sambil mengosok matanya karena baru bangun tidur)
“apa nggak merepokkan mbak?” Tanya pak zainal lagi?
“nggak sama sekali,udah kamu jangan pikirin soal cahaya dan bulan biar mbakk yang urusin”
“kalau gitu, terima kasih banyak-banyak ya mbbak, hanya tuhan saja yang bisa balas jasa baik mbbak”(ujar pak zainal) “kalau gitu saya pulang dulu yah mbbak”
                Pak zainal pun pulang sambil tersenyum lebar memikirkan mbbak Fatimah, “sungguh muliah sekali hati mbbak Fatimah tetapi mengapa aku merasa aneh bila tidak ketemu dengan cahaya dan bulan apa ini namanya kasih sayang seorang ayah, ahhh..mana mungkin aku bukan siapa-siapanya anak itu, apa setiap ayah di dunia ini akan merasakan seperti ini apakah ini di namakan tanggung jawab seorang ayah kepada anaknya, adakah pilihanku mengambil mereka adalah benar, bagaimana bisa aku mampu memberikan mereka pendidikan kalau pendapatanku seperti ini terus, mana mungkin aku bisa mencari pekerjaan sedangkan aku sudah tua siapa yang mahu menerima ku. Jika aku sudah tiada di dunia ini siapa yang akan menjaga mereka”
Dunia ini... penuh kepalsuan....mungkin kah tiada keikhlasan
Apakah ini suatu pembalasan ...
Ku sedar kebesaran mu tuhan...
Aku bagai seorang...kembara jalanan terumbang ambing di lautan gelora...
Mencari kebahagian...dahan untuk menumpah kasih...
Mungkin kah suratan hidupku selama begini...
                Begitulah keluan hati pak zainal terhadap hidupnya, setiap hari memikirkan nasib hidupnya. Umpama kan air laut yang takkan pernah habis senantiasa masin rasanya, tahun demi tahun pak zainal hidup dengan cahaya dan bulan. Selama belasan tahun pak zainal hidup bersama mereka selama itu lah pak zainal tahu apa itu arti seorang ayah, menjadi seorang pemimpin dalam keluarga. Baru pak zainal tahu apa yang pernah ayahnya rasakan. selama belasan tahun juga cahaya dan bulan mengikuti pak zainal pergi memungut sampah, pagi, petang, malam, senantiasa bersama pak zainal. Tak kira panas atau hujan mereka tetap bersama, pak zainal sangat menyangi cahaya dan bulan seperti anak kandung sendiri,. Selama belasan tahun juga lah pak zainal menyembunyikan identiti mereka.
                Cahaya dan bulan tidak tahu yang mereka sebenarnya anak pungut, yang di pungut di bawah kolong jembatan. Sehinggalah pada suatu hari ketika cahaya dan bulan menanyakan ibunya, pak zainal hanya bisa berbohong yang ibunya sudah lama meninggal dunia sewaktu melahirkan, pak zainal terpaksa berbohong karena ia takut untuk berterus-terang kepada mereka meskipun agak  berat tapi cahaya dan juga bulan sudah cukup dewasa untuk berpikir yang mana baik dan yang mana buruk. Hanya pak zainal dan mbbak Fatimah saja yang tahu tentang cahaya dan bulan, cahaya adalah gadis sangat peramah dan baik selain itu cahaya juga pintar dalam pelajaran dan selalu mendapat juara satu dalam kelasnya, cahaya bercita-cita ingin menjadi seorang dokter yang bisa menolong orang yang kurang mampu. Lain pula kalau bulan, bulan adalah gadis yang sangat cantik, tinggi dan putih, bulan juga pintar dalam kelasnya dan selalu mengikuti lomba Putri Smp di sekolahnya dan mendapat juara, bulan beda dengan cahaya karena bulan sangat malas dan selalu meninggikan dirinya. Bulan bercita-cita ingin menjadi artis terkenal.
               Cahaya dan bulan adalah saudara kembar tapi sangat beda tingkah laku mereka, suatu hari bulan sedang berjalan-jalan keluar rumahnya tiba-tiba ada yang memberitahu bulan yang pak zainal tidak pernah menikah, alangkah kagetnya bulan bila medapat tahu hal tersebut, bulan sangat marah lalu cepat-cepat pulang kerumahnya mencari pak zainal.
“ pak......! bapak......!”(suara bulan sangat keras dengan mata nya kemerahan)
“ iya, ada  apa..! kok kamu teriak ada apa sih ”(jawab cahaya)
“cahaya...! mana bapak, bapak mana cahaya...mana?” (tambah bulan lagi)
“ bapak lagi sholat bulan, emangnya kenapa, perlu apa kamu sama bapak” (ujar cahaya)
“ aku mahu kepastian ..! ah, sudah kamu sama saja seperti bapak, basa-basi tahu”(bulan langsung ke kamar pak zainal)
“ jangan bulan...! jangan...! bapak lagi sholat ”( sambil menahan bulan )
“ ahhh....! plakkkkk....! minggir kamu” ( bulan menolak cahaya sehingga terjatuh dan bulan pun langsung masuk ke kamar pak zainal )
“ bulan, jangan......! setan apa yang telah masuk ke badan mu ahh, kamu nggak pernah kayak gini”      ( kata cahaya sambil memegang pinggannya yang sakit terkena kursi  )
“ hoi.... orang tua...! jawab dengan jujur aku dan cahaya anak siapa? Jawab...?jawab...?” ( bulan sangat marah sekali sambil menendang belakang pak zainal yang sedang sholat )
“ bulan cukup...! sungguh biadab sekali kau bulan, kau tidak punya hati,  tidak punya perasaan.”          ( kata cahaya sambil memeluk pak zainal )
“ahh.... diam kamu..! kamu tidak tahu apa-apa, cepat katakan orang tua kami ini anak siapa?” ( bulan kembali bertanya dengan suara yang agak keras )
“ oh.....kamu mahu tahu kamu anak siapa.!kamu mahu tahu kamu dari mana , baiklah aku akan katakan “ (pak zainal menjawab pertanyaan bulan sambil berdiri )
“ basa-basi loh, orang tua yang nggak sedar diri “(tambah bulan lagi yang semakin marah dann hati semakin panas di hasut setan )
“ kamu bukan siapa-siapa ...!kamu Cuma anak PUNGUT, yang dulu aku pungut di bawa kolong jembatan, puas....!mahu dengar lagi, kamu tidak akan ada di sini kalau bukan aku yang memungut mu, ingat.! Kamu Cuma anak PUNGUT....ANAK PUNGUT, PUAS.....!” ( Pak zainal menjelaskan asal-usul cahaya dan bulan sambil menangis terisak-isak )
“ aku lebih rela jadi anak pungut daripada mempunyai bapak sepertimu, miskin, kotor , hina. Mulai  sekarang kita tidak ada perhubungan lagi, aku  mahu pergi dari rumah yang sangat kotor ini, dasar lelaki tua tidak sedar diri, cuikkkk...!” (bulan meludahi dan menghina pak zainal dengan kata-kata yang sangat kasar, sambil menangis ia lalu pergi ke bilik nya mengemas pakaian nya karena ia ingin pergi )
“ aku mahu pergi dari sini, aku sudah tidak tahan lagi, ayo kemas barang-barang mu kita pergi bersama tinggalkan orang tua itu” ( tambah bulan lagi )
“ tidak...! aku tidak akan meninggalkan bapak sampai kapan pun, meskipun dia bukan ayah kandung kita tetapi tanpa beliau kita tidak seperti sekarang” ( cahaya menangis menasihati saudaranya )
“ ahhhh...! minggir lo,” (bulan berjalan sambil membawa begnya )
                Bulan pergi tanpa memberitahu pak zainal, tinggallah pak zainal bersama cahaya , pak zainal yang sangat tua, masih mampu lagi memungut sampah, di samping cahaya. Bertahun-tahun, bulan pergi tanpa mengirim sebarang kabar berita, dan kabarnya bulan sudah menjadi artis terkenal. Cahaya selalu mencoba untuk mencari bulan tapi tidak pernah ketemu, ketika pak zainal dan cahaya pergi memungut sampah, secara tiba-tiba ada dua orang datang dari arah depan,  lelaki dan perempuan. Mereka mendekat dengan cahaya dan pak zainal, perempuan yang memakai baju yang agak seksi dan berkulit putih tinggi di temani dengan lelaki berbadan sasah berbaju hitam.
“ hoi orang tua....ternyata kamu masih memungut sampah, sungguh kasihan nasib kalian, lihat aku sekarang sudah jadi artis terkenal, terpandang dan terhormat. Aku tidak senang seperti ini kalau aku tidak berusaha”
  kau sudah berubah bulan, kau sudah menjadi orang yang sombong, angkuh, dan sudah lupa diri, mana perginya bulan yang dulu , mana...! aku tidak punya saudara seperti kamu, kamu sudah banyak berubah” ( cahaya berdiri sambil mendekat dengan bulan )
“ kenapa...! kamu kaget melihat aku sekarang, aku sudah jadi orang yang kaya, hartaku tujuh keturunan tidak akan habis, sedang kan kamu masih memungut sampah. Kenapa sih, kamu masih saja dengan orang tua ini’ ( bulan membalas kata-kata )
“ sampai mati pun, aku tidak akan meninggalkan bapak, tanpa beliau lah kita tidak mungkin berada seperti saat ini, kita di sekolahkan dan didik sebaik yang mungkin untuk menjadi orang yang baik, meskipun beliau Cuma seorang pemungut sampah akan tetapi kasih sayang yang beliau berikan kepada kita sangat besar dan tak bisa kita balas dengan uang, walau sesusah-susah apa pun beliau, tidak pernah meminta bantuan kepada sesiapa, beliau sudah bersusah payah membesarkan kita, sanggup tidak makan seharian demi kita, meskipun selalu sakit-sakitan beliau tetap pergi mencari “ SEBUTIR BERAS, untuk kita. (ujar cahaya kepada kakaknya )
“ sudah hentikan...cahaya ayok kita pulang, kita orang kotor , miskin , tidak layak berbicara dengan orang yang bergelimang hartanya dan terhormat” (pak zainal berdiri sambil memanggil cahaya )
  dasar orang miskin tidak tahu diri... cuikkkk......” ( bulan meludah kearah pak zainal lalu ia pergi )
                Perempuan itu melontarkan kata-kata yang sangat kasar kepada pak zainal, perempuan itu tidak lain adalah bulan, anak pungut pak zainal, yang selama bertahun-tahun menghilang tiba-tiba dia muncul melihatkan keberhasilannya di depan pak zainal dan cahaya. Tingkah lakunya sudah berubah tidak seperti bulan yang dulu.  Pak zainal dan cahaya pun pergi meninggalkan tempat tersebut serta membawa sampah-sampah yang telah ia pungut.
                Hidup pak zainal tidak pernah berubah  ia masih lagi tinggal di rumah buruknya, pak zainal merasa sudah gagal mendidik bulan. Baru pak zainal merasakan menjadi seorang ayah, susah, senang  semua ia tanggung dan apabila seorang anak melawan cakap orang tuanya, pasti sakitnya bagai di tusuk oleh duri duniawi. Sesampai saja cahaya dan pak zainal di rumahnya, pak zainal langsung menangis mengingat kata-kata bulan, dalam tangisannya penuh dengan rasa kekecewaan dan duka lara nestapa,
 “engkau tiba bagaikan pelangi...tak bercahya namun kau berseri...tapi cukup menghiburkan hati ini...seharian waktu bersamamu... tak terasa saat yang berlalu bagai pelangi petang kau kan pasti pergi jua........”
Tiba-tiba pak zainal terjatuh dan tidak menyadarkan diri, alangkah terkejutnya cahaya , orang yang sangat ia cintai di dunia ini sudah pergi buat selama-lamanya.

                Selepas kematian pak zainal, cahaya di lamar oleh cucu mbbak Fatimah dan mereka pun hidup bahagia dan pergi jauh dari kampung halamannya. Manakala bulan selepas ketemu dengan cahaya dan pak zainal, bulan mulai  jatuh miskin dan dan muka nya menjadi hodoh karena perbuatan nya sendiri, inilah balasan tuhan kepadanya. Untuk menghidupi dirinya bulan terpaksa memungut sampah, dan hidup di bawah kolong jembatan di mana asalnya dia di ketemukan.


                Kita sebagai seorang anak, jangan lah sekali-kali melawan kata oarng tua tanpa orang tua kita takkan mungkin berada disini, dan ingat lah bila kita temui kejayaan jangan sesekali kita lupa diri dan bangga dengan apa yang kita ada. Begitulah cerita ( Harga Sebuah Pilihan ) setiap manusia senantiasa diberi pilihan sama ada YA atau TIDAK dan kita harus mengambil keputusan secepatnya meskipun kadang keputusan yang kita ambil selalu salah.


Cerpen > harga sebuah pilihan
Tokoh   > utama : pak zainal
          Pembantu : bulan dan cahaya



( SINOPSIS )
MENCERITAKAN TENTANG SEORANG LELAKI
TUA DAN MISKIN YANG KERJANYA CUMA
 SEORANG PEMUNGUT SAMPAH, SEHINGGA
 IA MENJUMPAI DUA ORANG BAYI DI BAWAH
KOLONG JEMBATAN, KERJANYA SETIAP HARI
CUMA MENCARI SAMPAH YANG BISA DI DAUR ULANG
 SAMBIL MEMBESARKAN ANAK YANG MASIH BAYI,
 LELAKI TUA INI MEMBESARKAN DENGAN PENUH
KASIH SAYANG DAN DIDIKAN LAYAKNYA ANAK-ANAK LAIN NYA.






1/4/2013
                                                                                T   A  M  A  T